MEMBERIKAN ASUHAN PADA IBU BERSALIN KALA IV
Disusun
Oleh : Kelompok 5
1. Reggiana Holis Azis (041.01.01.14)
2. Sri Devi Asih (053.01.01.14)
3. Sulistiawati (057.01.01.14)
4. Lina Ulfiah (072.01.01.4)
AKADEMI
KEBIDANAN BINA HUSADA TANGERANG
TAHUN
AJARAN 2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas
kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih
diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan
kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin.
Tangerang,
Agustus
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................ 1
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................... 1
1.3 TUJUAN............................................................................................. 1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
FISIOLOGI KALA IV PERSALINAN............................................ 2
2.2 EVALUASI UTERUS, KONSISTENSI, DAN
ATONIA............... 3
2.3 PEMERIKSAAN SERVIKS, VAGINA, DAN PERINEUM.......... 4
2.4 PEMANTAUAN DAN EVALUASI LANJUT................................. 5
2.5 PERKIRAAN
DARAH YANG HILANG........................................ 6
2.6 PEMANTAUAN
SELAMA KALA IV............................................. 7
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN..................................................................................... 9
3.2 SARAN.................................................................................................. 9
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kala IV adalah masa dua jam setelah
plasenta lahir. Dalam kala IV ini, ibu masih membutuhkan pengawasan yang
intensif karena dikhawatirkan akan terjadi pendarahan. Pada keadaan ini atonia
uteri masih mengancam. Pada saat proses persalinan terkadang harus dilakukan
episiotomi misalnya kepala bayi terlalu besar atau mencegah ruptur perineum
totalis. Oleh karena itu kala IV penderita belum boleh dipindahkan kekamarnya
dan tidak boleh ditinggalkan bidan. Selama masih dalam proses kala IV ibu
berada dalam masa kritis maka harus selalu dilakukan pemantauan kala IV oleh
bidan.
Pada materi kali ini akan dibahas
mengenai asuhan pada ibu bersalin kala IV: fisiologi kala IV, evaluasi uterus,
konsitensi dan atonia, pemerikasaan serviks, vagina dan perineum, melakukan
penjahitan episiotomi/laterasi serta pemantauan kala IV.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dilakukan pada saat
memberikan asuhan ibu bersalin kala IV?
2. Bagaimana pemantauan dan evaluasi lanjut kala IV
?
3. Apa saja yang dilakukan pada saat pemantauan
kala IV?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang dilakukan
pada saat memberikan asuhan pada ibu bersalin kala IV
2. Untuk mengetahui persiapan yang diperlukan untuk
melakukan penjahitan luka episiotomi.
3. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang
dilakukan pada saat pemantauan kala IV
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN PADA IBU BERSALIN KALA IV
Kala IV persalinan dimulai dengan kelahiran plasenta dan
berakhir dua jam kemudian. Asuhan kebidanan kala IV, meliputi :
1. Evaluasi uterus
2. Inspeksi dan
evaluasi serviks,vagina,dan perineum
3. Inspeksi dan evaluasi
plasenta, membran dan korda umblikalis
Tanda-tanda vital dan manivestasi lain
dievaluasi sebagai indikator pemulihan dari stres persalinan. Sepanjang periode
ini, aktivitas lain yang tidak kalah pentinbg terjadi ketika hubungan kelurga
sudah terbentuk. Komponen data dasar kala IV persalinan meliputi informasi yang
dibutuhkan untuk evaluasi dan manajemen dari perawatan ibu selama jam pertama
postpartum dan mengetahui “taking in phase” dari neonatal dan
proses ikatan maternal anak.
2.1
Fisiologi kala
IV persalinan
Selama 10-45 menit berikutnya setelah kelahiran bayi,
uterus berkontraksi menjadi sangat kecil yang mengakibatkan pemisahan dinding
uterus dan plasenta, dimana nantinya akan memisahkan plasenta dari tempat
letaknya. Pelepasan plasenta membuka sinus-sinus palsenta dan menyebabkan
perdarahan. Akan tetapi, dibatasi sampai rata-rata 350 ml oleh
mekanisme sebagai berikut: serabut otot polos uterus tersusun terbentuk angka
delapan mengelilingi pembuluh-pembuluh darah ketika pembuluh darah tersebut
melalui dinding uterus. Oleh karena itu, kontraksi uterus setelah
persalinan bayi menyempitkan pembeluh darah yang sebelumnya menyuplai darah ke
plasenta.
Selama 4-5 minggu pertama setelah persalinan, uterus
mengalami involusi beratnya menjadi kurang dari setengah berat segera
setelah pasca persalinan dan dalam 4 minggu uterus sudah kembali seperti
sebelum hamil. Selama permulaan involusi uterus, tempat plasenta pada permukaan
endometrium mengelami autolisis,yang menyebabkan keluarnya sekret vaginayang
dikenal sebagai lochea , yang diawali dengan lochea rubra hingga serosa, terus
belangsung sampai ½ minggu. Setelah itu, permukiaan endometrium mengalami
reepitelisasi dn kembali ke kehidupan seks nongravid yang normal.
Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolaktin
kembali ke kadar sebelum hamil dalam beberapa minggu berikutnya. Akan tetapi,
setiap ibu yang menyusui bayinya, isyarat syaraf dari puting susu ke
hipotalamus menyebabkan gelora sekresi prolaktin hampir sepuluh kali lipat yang
berlangsung sekitar 1 jam,sebaliknya prolaktin bekerja atas payudara untuk
menyiapkan susu bagi periode penyusuan berikutnya. Bila prolaktin ini tidak
ada, jika ia dihambat sebagai akibat kerusakan pada hipotalamus atau hipofisis,
atau jika menyusui tidak kontinu tetapi normalnya kecepatan pembentukan sangat
menurun dalam 7 - 9 bulan.
Bila bayi mengisap susu,inpuls sensoris dihantarkan
melalui saraf somatis ke medula spinalis kemudian ke hipotalamus. Hormon ini
mengalir dalam darah menuju ke kelenjar mammae menyebabkan sel-sel miopepitel
yang mengelilingi dinding luar alveoli berkontraksi dan memeras susu dari
alveoli ke duktus. Jadi, dalam 30’ sampai 1 menit stelah bayi mengisap kelenjar
mammae susu mulai mengalir. Proses ini dinamakan ejeksi susu atau pengeluaran
susu yang disebabkan oleh gabungan refleks neurogenik dan hormon oksitosin hal
ini juga berdampak pada kontraksi uterus dan berdampak pada proses involusi
uterus dan pendarahan pasca persalinan.
2.2
Evaluasi
Uterus, Konsistensi, dan Atonia
Setelah kelahiran plasenta, uterus ditemukan
ditengah-tengah abdomen kurang lebih 2/3 sampai 3/4 antara simpisis pubis dan
umbilikalikal. Jika uterus ditemukan dibagian tengah, diatas umbilikalikal, hal
ini menandakan adanya perdarahan dan bekuan didalam uterus,yang perlu ditekan
dan dikeluarkan. Uterus yang berada diatas umbilikalikus dan bergeser, paling
umum ke kanan cenderung menandakan kandung kemih penuh menyebabkan uterus
bergeser, menghambat kontraksi, dan memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika
ibu tidak mampu buang air kecil pada saat ini, kandung kemih sebaiknya di
kosongkan oleh kateter untuk mencegah perdarahan berlebihan.
Uterus yang berkontraksi normal harus keras ketika disentuh. Jika segmen atas
uterus keras, tetapi perdarahan uterus keras, tetapi perdarahan uterus tetap,
pengkajian segmen bawah perlu dilakukan. Uterus yang
lunak,hipotonik,longgar,tidak berkontraksi dengan baik disebut sebagai atonia
uterus. Penyebab utama dari atonia uterus adalah perdarahan pascapersalinan
segera. Hemostatis uterus yang utama dipengaruhi oleh kontraksi jaringan
serat-serat otot miometrium. Serat-serat ini bertindak sebagai pengikat pembuluh
darah terbuka pada sisi plasenta.
2.3 Pemeriksaan
serviks, vagina,dan perineum
Setelah memastikan uterus berkontraksi secara efektif dan
pendarahan bersal dari sumber lain,bidan hendaknya menginspeksi perineum,
vagina bawah,dan area periuretra untuk mengetahui adanya memar, pembukaan
hematom, laserasi pada pembuluh darah, atau mengalami pendarahan. Jika
episiotomi telah dilakukan, evaluasi kedalam dan perluasannya.
Berikutnya pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan
forniksdan serviks vagina untuk mengetahui laserasi dan cedera. Pada mayoritas
persalinan pervaginam spontan normal, tidak akan ada indikasi untuk pemeriksaan
ini sehingga tidak perlu dilakukan. Indikasi untuk dilakukan pemeriksaan
tersebut adalah seperti mencakup pada kondisi berikut ini.
1. Aliran menetap atau
sedikit aliran pendarahan pervaginam brerwarna merah terang, dari bagian atas
tiap laserasi yang diamati,setelah kontraksi uterus dipastikan.
2.
Persalinan cepat atau presipitatus
3.
Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi anterior
4.
Dorongan maternal ( meneran ) sebelum dilatasi serviks lengkap.
5.
Kelahiran pervaginam operasi dengan forsep atau vakum.
6.
Persalinan traumatik misalnya distosia bahu.
Adanya salah satu faktor ini mengindikasikan kebutuhan
untuk inspeksi serviks dan memastikan kebutuhan untuk melakukan perbaikan.
Beberapa klinisi manganjurkan inspeksi serviks yang rutin,menggunakan rasional
bahwa hal ini mengurangi laserasi serviks sebagai penyebab pendarahan berikutnya.
Akan tetapi, inspeksi serviks tidak diperlukan pada persalinan dan kelahiran
normal tanpa ada pendarahan persisten. Bidan harus menguasai dalam melakukan
keahlian ini karena sering kali menimbulkan rasa nyeri atau perasaan
menyakitkan bagi ibu.
2.4 Pemantauan Dan
Evaluasi Lanjut
Selama sisa
waktu dalam kala IV persalina, tanda-tanda vital, uterus, kandung
kemih,lochia,perkiraan kehilangan darah, serta perineum ibu harus di pantau dan
dievaluasi, sehingga semuanya berjalan stabil.
a. Tanda-tanda
vital
Pemantauan
tanda vital ibu antara lain tekanan darah,denyut jantung,dan pernafasan
dilakukan selama kala IV persalinan dimulai setelah kelahiran placenta.
Seterusnya kemudian dievaluasi lagi setiap 15 menit sekali hingga keadaannya
stabil seperti pada persalinan,atau jika ada indikasi perlu dimonitor lebih
sering lagi. Suhu ibu diukur sedikitnya sekali dalam kala IV persalinan dan
dehidrasinya juga harus dievaluasi.
Denyut nadi biasanya berkisar 60-70X per menit. Apabila denyut nadi lebih dari
90x per menit, perlu dilakukan pemeriksaan dan pemantaun yang terus
menerus.jika ia menggigil tetapi tidak ada infeksi ( ingat bahwa peningkatan
suhu dalam batas 20F adalah normal ) hal tersebut akan berlalu jika
bidan mengikuti beberapa langkah dasar ; berilah kehangatan dengan menyelimuti
tubuh ibu dengan selimut yang hangat, berikan rasa kepastian dengan memberikan
penjelasan mengapa ia menggigil dan juga memberi pujian yang melimpah tentang
kinerjanya dalam persalinan, ajari ibu untuk mengendalikan pernafasannya serta
teknik-teknik relaksasi progresif,kadang-kadang suhu dapat lebih tinggi dari
37,20 C akibat dehidrasi atau persalinan yang lama
b.
Kontraksi uterus
Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara
simultan. Jika uterus lembek, maka wanita itu bisa mengalami perdarahan. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus dapat dilakukan rangsangan taktil ( pijatan )
bila uterus mulai melembek atau dengan cara menyusukan bayi kepada
ibunya,tetapi si bayi biasanya tidak berada di dalam dekapan ibu berjam-jam
lamanya dan uterus mulai melembek lagi
c.
Lochea
Jika uterus berkontraksi kuat,lochea kemungkinan tidak
lebih dari menstruasi. Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan,
jumlah lochea akan bertambah karena miometrium sedikit banyak berelaksasi.
d.
Kandung kemih
Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan kandung
kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh mendorong uterus ke atas dan
menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.
Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk menggosokkan
kandung kemihnya dan anjurkan untuk menggosokkan kandung kemihnya setiap kali
diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginann untuk berkemih mungkin berbeda-beda
setelah ia melahirkan bayinya.jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan
cara menyiramkan air bersih dan hangat kedalam periniumnnya. Atau masukkan
jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara
spontan. Jika setelah tindakan-tindakan ini ibu tetap tidak dapat berkemih
secara spontan, mungkin diperlukan caterisasi jika kandung kemih penuh atau
dapat di palpasi, gunakan tehnik aseptik pada saat memasukkan kateter nelaton
disenfeksi tingkat tinggi atau steril untuk menggosokkan kandung kemih. Setelah
menggosokkan kandung kemih, lakukan rangsangan taktil (pemijatan)untuk
merangsang uterus berkontraksi lebih baik.
e.
perineum
perineum di evaluasi untuk melihat adanya edema atau
hematoma. Bungkusan keping es yang dikenakan perineum mempunyai efek ganda
untuk mengurangi ketidaknyaman dan edema bila telah mengalami epsiotomi atau
laserasi.
2.5
Perkiraan Darah yang Hilang
Sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat
karena darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban atau urine dan mungkin
terserap handuk,kain,atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara
akurat melalui penghitungan jumlah darah di sarung karena ukuran sarung
bermacam-macam dan mungkin sarung telah di ganti jika terkena sedikit darahatau
basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong pasien untuk
mengumpulkan darah bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan
bukan cerminan asuhansayang ibu, karena berbaring diatas wadah atau pispot
sangat tidak nyaman dan menyulitkan pasien untuk memegang bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan
menilai volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500
ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mngisi dua botol,
artinya pasien telah kehilangan 1 liter darah, jika darah bisa mengisi setengah
botol pasien kehilangan 250 ml darah dan seterusnya. Memperkirakan kehilangan
darah, hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi pasien. Cara tak langsung
untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gajala dan
tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan pasien lemas, pusing dan
kesadaran menurun serta tekanan darh sistole turun lebih dari 10 mmHg dari
kondisi sebelumnya, mak telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila pasien
mengalami syok hipovolemik maka pasien telah kehilangan darh 500 % dari total
dari jumlah darah (2000 – 2500 ml) penting untuk selalu memantau keadaan umum
dan menilai jumlah kehilangan darh pasien selama kala IV melalui pemeriksaan
tanda vital, jumlah darh yang keluar dan kontraksi uterus.
2.6 Pemantauan Selama Kala IV
Sebagai besar kejadian kesakitan dan kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama
setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk memantau ibu secara
ketat segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan.
Hal-hal yang
perlu dipantau selama dua jam pertama pacapersalinan.
1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung
kemih, dan perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30
menit dalam satu jam kedua pada kala IV.
2. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi
keras, setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam
kedua kala IV.
3. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu
kali pada jam kedua pascapersalinan.
4. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap
15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
5. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus
dan perdarahan uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi
lembek.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kala IV adalah 0 menit sampai 2 jam setelah persalinan plasenta
berlangsung. Ini merupakan masa kritis bagi ibu, karena kebanyakan wanita
melahirkan kehabisan darah atau mengalami suatu keadaan yang menyebabkan
kematian pada kala IV ini. Bidan harus terus memantau keadaan ibu sampai
masa kritis ibu telah terlewati.
Periksa apakah ada laserasi akibat persalinan atau tidak. Jika ada maka segera
lakukan penjahitan sesuai dengan derajat laserasi. Periksa fundus setiap 15
menit pada satu jam pertama, dan setiap 20-30 menit pada satu jam kedua. Jika
tidak ada kontraksi lakukan massase uterus, namun jika ada selalu pantau
kontraksi uterus, karena hal ini akan menyebabkan pembuluh darah terjepit dan
perdarahan akibat persalinan akan perlahan –lahan terhenti. Pemeriksaan tekanan
darah, nadi dan kantong kemih setiap 15 menit jam pertama dan 30 menit pada
satu jam kedua.
Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi.Tawarkan ibu
untuk makan minum yang disukai. Bersihkan perineum ibu,ganti pakaian ibu dengan
pakaian bersih, dan kenakan ibu tella. Inisiasi dini harus tetap dilakukan agar
bayi mendapat kolostrum ibu dan membantu uterus berkontraksi
3.2 SARAN
1. Bagi keluarga agar memberi
motivasi kepada ibu untuk menerima dan beradaptasi dengan bayinya sebaik
mungkin
2. Bagi petugas kesehatan
agar meningkatkan pelayanan dan memberikan pelayanan secara
berkesinambungan sehingga diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu
dan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Yeyeh, Ai Rukiah S.SiT, MKM, (2009), Asuhan
Kebidanan II Persalinan Edisi Revisi. Jakarta : TIM
Rohani, dkk. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa
Persalinan. Jakarta : Salemba Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar